LOMBOK TIMUR - Puluhan warga yang tergabung dalam Aliansi masyarakat Gelora Menggugat (AMGM) kecamatan Sikur Lombok Timur melakukan aksi unjuk rasa didepan kantor desa setempat. Hal itu dilakukan sebagai salah satu bentuk kegeramannya terhadap pemerintah desa yang disinyalir tidak transfaran dalam publikasi data penerima bantuan Covid-19. Adapun aksi itu digelar didepan kantor desa. Jum'at (29/5).
Koordinator Umum (Kordum) Aliansi masyarakat Gelora Menggugat (AMGM) Andre Alfa menyebut aksi unjuk rasa yang dilakukan bersama pemuda, lantaran apa yang dimintanya tidak pernah diindahkan. Sehingga sebelum turun pihaknya telah melayangkan surat kepada pemerintah desa agar semua data penerima bantuan diberikan. Namun sampai dengan saat ini, apa yang diinginkannya tidak pernah direspon. sehingga buntut dari itu pihkanya Langsung mendatangi kantor desa setempat.
"Sudah berkali-kali kami bersurat. Meminta data dengan cara baik-baik tapi tetap tidak diberikan,"sebutnya.
Secara prosedural resmi Ia mengaku telah melayangkan surat sebanyak dua kali dan disurat ketiga pihaknya langsung melayangkan surat keberatan dengan aksi massa. Sehingga Ia bersama perwakilan masyarakat Langsung mendatangi kantor desa untuk mempertanyakan secara jelas. Kenapa pemerintah desanya seakan buta dan tuli terhadap aspirasi masyarakatnya.
Dengan tidak diberikannya data yang diminta
Ia menduga pemerintah desanya sengaja menyembunyikan dan tidak mau membuka data tersebut ke publik.
Ia mensinyalir data penerima bantuan khususnya Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana (DD) telah banyak dipermainkan sehingga banyak yang mendapatkan bantuan tersebut adalah kroni dan keluarga dilingkaran kepala desa dan perangkat desa.
Bahkan Ia menduga ada sebagian dari perangkat desa yang mendapatkan bantuan tersebut yang tergolong mampu secara segi ekonomi.
"Masyarakat yang benar miskin tidak di prioritaskan mendapat BLT, sehingga mencidrai rasa keadilan,"sebutnya.
Sementara itu Kepala Desa Gelora Nur'asmat menyatakan, bahwa apa yang diminta oleh pemuda tetap diindahkan akan tetapi saat permintaan data dilayangkan pihkanya tengah fokus menyelesaikan data penerima bantuan dan belum singkron. Ketidak singkronan itu disebabkan karena masih ada sebagian masyarakat yang belum memiliki kartu keluarga (KK). Sehingga dari permasalahan itulah pihkanya belum berani memberikan mempublish data.
"ketika permintaan data yang pertama kali, saat itu kita sedang kerjakan sambil melakukan pengecekan apakah ada yang double atau tidak,"sebutnya.
Dalam mensingkronkan data pihkanya telah bekerja keras bersama semua perangkat Desa agar semua masyarakatnya masuk terdata dan menerima bantuan. Sehingga pada saat surat kedua masuk pihkanya meminta kepada perwakilan untuk datang kekantor Desa dan mengambil data yang dimintanya namun tidak ada yang datang. Barulah datang kembali surat yang ketiga dengan bahasa keberatan.
"Masak kita harus balas surat permohonan datanya seperti membalas surat cinta,"sebutnya.
Lanjut dikatakan Asmat yang juga kepala Desa Dua periode itu, mengenai tudingan massa aksi yang menyatakan adanya Pegawai Negri Sipil yang dapat tidak benar dan Ia mengaku memang dulunya sebagai PNS akan tetapi sekarang posisinya sudah tidak lagi karena sudah pensiunan.
Pantauan wartarinjani setelah tidak adanya titik temu antara pemerintah desa dan massa aksi. Ia mengancam akan turun kembali dengan membawa massa yang lebih besar bahkan akan membakar kantor desanya sendiri. (*).